tempat berbagi cerita dan pengetahuan

Selasa, 09 Oktober 2012

WANITA DI TEMPAT KERJA DAN REHABILITASI (KESEHATAN REPRODUKSI)


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ KESEHATAN REPRODUKSI PADA WANITA DI TEMPAT KERJA DAN REHABILITASI“ dengan lancar.
Maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi. Hal ini karena untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengetahuan kesehatan reproduksi wanita dimasyarakat kita.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan karena kurangnya pengetahuan dan terbatasnya referensi yang kami dapatkan, sehingga kami memerlukan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami mengharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pengetahuan bagi pembaca tentang Kesehatan reproduksi Pada wanita di tempat kerja dan di Rehabilitasi.



Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Bahwasanya secara normatif wanita mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalam segala bidang kehidupan dan bidang pembangunan seperti yang tercantum dalam GBHN, tetapi secara faktual persamaan tersebut saat ini belum terwujud, diantaranya di bidang kesehatan. Masih banyak wanita yang mengalami diskriminasi dalam bidang kesehatan, umpamanya: pembedaan pemberian makanan bergizi pada anak laki-laki dan wanita, akses informasi, dan akses pelayanan kesehatan dan sebagainya.
Untuk menghilangkan hambatan-hambatan ini salah satu usaha pemerintah berusaha untuk meningkatkan pelayanan terhadap wanita usia produktif dengan menyediakan puskesmas dan rumah sakit dengan berbagai fasilitasnya. Tetapi di Indonesia, usaha dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi ini masih belum mencapai tujuan yang diinginkan.
Hal ini masih terbukti masih tingginya angka kematian ibu bersalin yaitu 375/100.000 kelahiran hidup, tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya angka kematian ibu, disinyalir penyebab utamanya adalah perdarahan, infeksi, dan toksernia dan penyebab tak langsung adalah kemiskinan, tradisi sosial budaya, status gizi yang tidak memadai dan kurangnya akses pemanfaatan dan faslitas kesehatan serta rendahnya status wanita. Masalah kesehatan reproduksi wanita ini tidak terlepas dari faktor sosial, budaya danekonomi secara keseluruhan.
Oleh sebab itu diperlukan usaha-usaha yang lebih sederhana, lebih mudah terjangkau, lebih sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat, dan juga mengikut sertakan masyarakat secara umum dan terpadu. Hal yang lebih penting dalam memasyarakatkan kesehatan reproduksi ini adalah kesadaran dan motivasi masyarakat sendiri (terutama pihak wanita) yang menjaga kesehatan reproduksinya.
Artinya hal ini membawa pemikiran baru untuk mengefektitkan serta mengintensitkan pelaksanaan berdasarkan kesadaran masyarakat dan kebutuhannya sendiri. Terobosan dan strategi bagaimana memasyarakatkan program kesehatan reproduksi khususnya reproduksi wanita tanpa arahan atau paksaan. Untuk itu penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana tanggapan wanita sendiri dan masyarakatnya tentang kesehatan reproduksi mereka.


BAB II
ISI

WANITA DI TEMPAT KERJA
Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui.
Kesehatan reproduksi menjadi cukup serius sepanjang hidup, terutama bagi perempuan, selain karena rawan terpapar penyakit, juga berhubungan dengan kehidupan sosialnya, misalnya kurangnya pendldikan yang cukup, kawin muda, kematian ibu, masalah kesehatan reproduksi perempuan, masalah kesehatan kerja, menopause, dan masalah gizi (Baso dan Raharjo, 1999).

Sebagaian besar perempuan bekerja keras setiap hari, memasak, membersihkan rumah demi kelangsungan hidup keluarga. Namun jika perempuan juga bekerja di luar rumah (mencari penghasilan), maka beban kerjanya menjadi rangkap. Beban kerja yang terlalu berat membuat seorang perempuan mengalami kecapekan dan mudah terserang penyakit. Terlebih lagi bila seorang perempuan tidak punya cukup waktu untuk istirahat dan tidak memperoleh cukup perhatian akan kondisi kesehatannya.
Tujuan dari kesehatan reproduksi dimensi wanita ini adalah
1. Mengkaji karakteristik wanita
2. Mengkaji aktivitas kerja yang dilakukan oleh wanita yang bekerja di sektor informal
3. Mengkaji kondisi kesehatan reproduksi
4. Mengkaji aktivitas kerja dan kondisi kesehatan reproduksi wanita. yang bekerja di sektor informal. Diharapkan ini dapat
1. didapatkan suatu informasi mengenai kondisi kesehatan reproduksi pada kelompok pekerja wanita dan
2. Sebagai data yang dapat dipergunakan untuk pengembangan pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada wanita.

Penelitian observasional dengan menggunakan rancangan Cross Sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara pada 33 responden wanita yang bekerja di usaha kegiatan konveksi dan katering. Analilisis data dilakukan dengan melakukan tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.

Hasil penelitian ini menunjukkan: sebagian besar responden berada pada kelompok usia 40-49 tahun. Sebagian besar telah tamat SMP. Dilihat dan aktivitas kerja sebagian besar responden 54,5% bekerja salama 7 hari/minggu. Dalam 1 hari sebagian besar bekerja kurang dari 6 jam sehari.
Dalam kaitan dengan kesehatan reproduksi usia pertama kali menikah sebagian besar berusia 15-20 tahun dan 78,8% responden mempunyai anak setelah pernikahan. Hal ini menunjukkan tingkat kesuburan dari responden. Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian kecil responden belum mempunyai anak (belum pernah hamil dan mengalami keguguran).

Dalam kaitan dengan pengaturan kehamilan sebagian besar tidak melakukan pengaturan terhadap kehamilan dan jumlah anak yang diinginkan. Kondisi ini dapat dimungkinkan antara lain kesempatan bekerja di luar rumah membuat responden mempunyai otonomi yang besar dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Sedangkan bagi responden yang mengatur kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi maka jenis kontrasepsi modern menjadi pilihannya baik atas pertimbangan sendiri maupun atas pertimbangan suami istri. Askes pelayanan KB maupun kesehatan reproduksi sebagaian besar pergi ke tempat pelayanan kesehatan. Sebagaian besar responden mengaku menstruasi pertama kali setelah usia lebih 12 tahun dan sebagian besar tidak mengalami sakit saat mentruasi dengan siklus antara 21-35 hari. .

Kondisi kesehatan reproduksi di tempat kerja menunjukkan belum banyak responden yang mendapatkan hak reproduksi sehat (cuti haid, kelahiran, dan pemberian ASI. Sedangkan aktivitas kerja di luar rumah tampak masih ada yang belum mempunyai anak. Untuk memelihara kesehatan manusia memerlukan kerja dan istirahat yang cukup sehingga tidak mudah sakit terutama yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

Wanita perlu mendapatkan perlindungan khusus, khususnya yang mengarah pada perlindungan fungsi reproduksi, peningkatan kedudukan pekerja wanita, dan kesetaraan hak dan kewajiban dengan pekerja pria.

Wanita perlu tahu hak-hak yang harus didapat di tempat kerja:

1. Perlindungan pada masa haid
Dalam masa ini wanita tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan ketentuan merasa sakit, dan dengan izin perusahaan.

2. Perlindungan sebelum dan sesudah melahirkan
Pekerja wanita berhak istirahat 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan (berdasarkan perkiraan dokter/bidan)

3. Perlindungan sesudah gugur kandungan
Pekerja wanita diberi waktu istirahat 1,5 bulan sesudah gugur kandung (berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan)

4. Kesempatan untuk menyusui bayi
Pekerja wanita diberikan kesempatan yang patut untuk menyusui anaknya jika harus dilakukan selama waktu kerja. Namun, lamanya waktu yang diberikan dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan.

5. Larangan kerja malam bagi wanita hamil
Pekerja wanita yang sedang mengandung dilarang bekerja antara pukul 23.00-07.00, jika menurut keterangan dokter hal itu berbahaya bagi dirinya dan kandungannya

6. Larangan mempekerjakan wanita usia di bawah 18 tahun pada malam hari

7. Larangan PHK bagi pekerja wanita karena hamil, melahirkan, dan menyusui

8. Pengusaha wajib memberikan perlindungan wanita usia di atas 18 tahun saat bekerja di malam hari. Perusahaan yang mempekerjakan wanita di malam hari berkewajiban memberi makan dan minum yang bergizi (1400 kalori), menjaga kesusilaan dan keamanan, menyediakan angkutan antar jemput.

9. Wanita memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penempatan

10. Adanya pengupahan yang sama bagi pekerja pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya termasuk tunnjangan keluarga

11. Adanya kesempatan yang sama untuk memperoleh pelatihan dan promosi jabatan

12. Adanya hak yang sama untuk memperoleh jaminan sosial, seperti pensiun, dan sakit.


WANITA DIPUSAT REHABILITASI
Rehabilitasi adalah program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit kronis baik dari fisik ataupun psikologisnya. Program Rehabilitasi individu adalah program yang mencangkup penilaian awal, pendidikan pasien, pelatihan, bantuan psikologis, dan pencegahan penyakit.
Dengan prinsip utama bahwa rehabilitasi tersebut adalah dalam upaya melakukan pemulihan terhadap korban secara komprehensif (baik medis mapun sosial) dan dalam prinsip untuk memanusiakan-manusia Pada dasarnya Rehabilitasi yang diatur dalam regulasi tersebut ada 2 yaitu:
a. Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis adalah suatu bentuk layanan kesehatan terpadu di bawah naungan rumah sakit yang dikoordinasi dokter spesialis rehabilitasi medis
b. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.


Tim rehabilitasi medik :

1. Dokter spesialis rehabilitasi medik : penanggung jawab tim, coordinator, dokter fungsional dan terapis rehabilitasi medik.
2. Fisioterapis : tindakan terapi fisik.
3. Terapis Wicara.
4. Terapis Okupasi.
5. Psikolog.
6. Ortotis / Prostetis.
7. Petugas sosial medis.
8. Perawat rehabilitasi medik.
Rehabilitasi medik membantu penanganan :
1. Gangguan tumbuh kembang / cacat bawaan sejak bayi hingga dewasa.
2. Ancaman kecacatan karena penyakit atau cidera.
3. Kecacatan penyakit atau cidera.
4. Dampak psikologis sosial budaya dan vokasional.
5. Kecuali cacat pada mata, telinga, dan gangguan jiwa.
Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi yang lamanya 3 bulan mencakup :
a. Pendidikan agama (kognitif, afektif, dan psikomotor)
b. Psikoterapi kelompok (group psychotherapy) dan psikoterapi perorangan (Individual Psychotherapy)
c. Pendidikan umum
d. Pendidikan keterampilan
e. Pendidikan jasmani (olahraga)
f. Rekreasi
Hasil yang Diharapkan
Seusai menjalani program rehabilitasi hasil yang diharapkan adalah :
a. Beriman dan bertakwa
b. Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAZA
c. Memiliki keterampilan
d. Dapat kembali berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun masyarakat.
Pusat Rehabilitasi menggunakan berbagai metode yang berbeda terhadap si pasien, perawatan pun disesuaikan menurut penyakit si pasien dan seluk-beluk dari awal terhadap si pasien tersebut. Waktu juga menentukan perbedaan perawatan antar pasien. Dan pengobatan rawat jalan adalah program yang sangat bermanfaat bagi para pasien di tahap awal, khususnya bagi pasien yang kecanduan atau addiction.
Para pasien yang masuk di pusat Rehabilitasi kebanyakan menderita rendah diri dan kurangnya pandangan positif terhadap kehidupan, oleh karena itu psikologi memainkan peranan yang sangat besar dalam program Rehabilitasi, dan hal ini juga sangat penting untuk menjaga pasien dari teman-teman dan lingkungan yang memungkinkan kecanduan kembali terhadap obat-obat terlarang.
Sangat dianjurkan untuk tidak memilih pusat Rehabilitasi yang terletak dekat dengan rumah si Pasien, uang pun memainkan peranan penting dalam perawatan, tidak lupa kesabaran juga merupakan faktor yang penting baik itu dari pihak individu dan keluarga itu sendiri.
Beberapa tips menjaga si pasien agar tidak mengulang kesalahannya setelah pulang dari pusat Rehabilitasi :
• Menemukan kembali hobi yang positif atau perkerjaan yang tetap bagi si pasien.
• Menjaga hubungan baik antara lingkungan keluarga dan sekitar.
• Bertemu dengan konsultan kejiwaan atau psikiater secara berkala.
• Kesabaran dan keyakinan dari si pasien itu sendiri akan proses pemulihan dari obat dan kecanduan.
2. MACAM-MACAM PUSAT REHABILITASI
Pusat Rehabilitasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya :
a. Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba / NAPZA
Penggunaan rutin obat-obatan terlarang oleh pengguna narkoba yang terus berlangsung, dapat menimbulkan masalah yang semakin bertambah. Biasanya mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan obat-obatan, seperti mereka mencari pinjaman dari teman dan keluarga dengan alasan yang dibuat-buat, serta tidak jarang harta benda keluarga dijual di bawah harga yang seharusnya untuk membeli obat-obatan tersebut. Berbohong dan manipulasi juga menjadi cara untuk menutupi penggunaan obat. Menyadari banyaknya masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan narkoba maka diperlukan perhatian khusus untuk menanggulangi masalah tersebut, seperti diadakannya rehabilitasi untuk pengguna narkoba. Dalam rehabilitasi terdapat treatment yang dapat membantu dalam proses penyembuhan pengguna narkoba.

Bentuk Rehabilitasi
Tujuan umum pendirian Pusat Rehabilitasi Penyalahgunaan NAPZA Terpadu adalah untuk memberikan jaminan penanganan paripurna kepada korban penyalahgunaan NAPZA melalui aspek hukum, aspek medis, aspek sosial, aspek spiritual, serta pengembangan pendidikan dan pelatihan dalam bidang NAPZA secara terpadu sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Terhindarnya korban dan institusi dan penetrasi pengedar;
2. Terhindarnya kerusakan mental dan masa depan para penyalahguna NAPZA yang akan membunuh potensi pengembangan mereka;
3. Terhindarnya korban-korban baru akibat penularan penyakit seperti Hepatitis, HIV/AIDS, dan penyakit menular lainnya;
4. Terwujudnya penanganan hukum yang selaras dengan pelayanan rehabilitasi medis/sosial;
5. Terwujudnya proses pengembangan penanganan korban NAPZA dan aspek ilmiah, serta keilmuan yang dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman sebagai pusat jaringan informasi terpadu dan mewujudkan teknis penanganan penyalagunaan narkotika dan obat-obatan terlarang bagi daerah sekitarnya maupun nasional.

Tujuan-tujuan yang termaktub diatas sesungguhnya sejalan dengan upaya-upaya untuk melakukan pemulihan korban serta sebagai upaya perlindungan terhadap korban NAPZA. Namun tujuan-tujuan tersebut seringkali tidak berjalan secara ideal dalam prakteknya.

b. Pusat Rehabilitasi PSK
PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat.

Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki); tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja.

Masalah prostitusi merupakan masalah yang kompleks karena sangat berkaitan dengan tatanan nilai, norma agama dan budaya masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK), antara lain: kemiskinan, kebodohan, lapangan kerja yang terbatas, dan rendahnya self esteem pada diri seorang wanita. Maka dari itu setiap individu termasuk pula pada PSK haruslah memiliki rasa optimis dalam menghadapi masa depannya, karena sikap optimis adalah modal utama bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan meraih keberhasilan di masa yang akan datang. Tanpa harapan dan keyakinan akan masa depan membuat PSK semakin terpuruk dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui latar belakang apa saja yang mempengaruhi seseorang menjalani profesi sebagai pekerja seks komersial di Surakarta. 2) mendeskripsikan optimisme masa depan pada eks Pekerja Seks Komersial yang mengikuti rehabilitasi. 3) menggali faktor -faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada eks Pekerja Seks Komersial.Latar belakang yang mempengaruhi subjek menjalani profesi sebagai PSK antara lain : faktor ekonomi (miskin), pendidikan rendah, kecewa terhadap orang yang dikasihi, adanya permasalahan dalam keluarga, faktor psikologis (adanya rasa ingin balas dendam dan ingin mendapatkan sesuatu dengan mudah), terjerumus pergaulan yang salah Optimisme masa depan pada subjek yang mengikuti rehabilitasi mengalami perubahan perilaku positif, hal ini ditunjukkan dari perilaku-perilaku seperti: merasa yakin mempunyai pengendalian atas masa depan mereka, menghentikan arus pemikiran negatif, memiliki visi pribadi dan berpikir realistis.Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme masa depan pada pekerja seks komersial yang dominan ada pada faktor egosentris yaitu perasaan, keinginan dan tujuan hidup.

Pekerja seks yang terjaring dalam lokalisasi hanyalah mereka yang tergolong kelas menengah ke bawah. Dr. Nafsiah Mboy, DSA, MPH, pemerhati kesehatan perempuan, memperkirakan jumlah pekerja seks yang berada di lokalisasi hanya sekitar 10%. Hal ini berarti, jumlah pekerja seks yang berada di luar lokalisasi masih jauh lebih besar.
Setelah lokalisasi diresmikan, sikap pemerintah terhadap pekerja seks pun
ternyata masih mendua. Di satu sisi, pemerintah mengambil keuntungan dengan
menarik pajak dari mereka. Di pihak lain, belum ada peraturan yang secara
tegas melindungi pekerjaan mereka, karena statusnya yang ilegal. Upaya
rehabilitasi pun dinilai masih banyak memiliki kelemahan.

Kelemahan dari rehabilitasi itu adalah karena kurang sesuai dengan
kebutuhan pekerja seks. Selain itu, program yang telah mengeluarkan biaya
yang besar ini juga dianggap tidak tepat sasaran, karena banyak pekerja
seks yang telah menjalani rehabilitasi ternyata tidak menggunakan dan
mengembangkan ketrampilan yang didapatkan. Ketrampilan yang diberikan pun
dianggap mubazir kalau tidak memperhitungkan suara pelaku dan sistem
pemasaran hasil ketrampilan yang diajarkan.

Pemberdayaan perempuan di lokalisasi pertama-tama harus berurusan dengan mental, bukan berurusan dengan soal ketrampilan. Yang harus diubah adalah mental mereka agar tidak tergantung pada laki-laki. Karena itu, diperlukan transformasi dari mental pasif menjadi mental aktif, dimana mereka secara sadar mengambil tanggung jawab atas hidup mereka sendiri. Setelah urusan mental bisa diselesaikan, barulah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan, training, dan sistem penempatan.

c. Pusat Rehabilitasi Kanker Payudara
Kanker Payudara adalah penyakit di mana sel-sel (kanker) yang ganas terdeteksi dalam jaringan payudara. Sel-sel kanker ini kemudian bisa menyebar di dalam jaringan atau organ tubuh dan juga bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Faktor pemicu kanker jenis ini masih belum diketahui. Kanker ini bisa terkait dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga, menstruasi dini atau kemungkinan faktor risiko lainnya. Karena sukar dipastikan, maka semua orang berisiko, khususnya ketika berusia 40 tahun ke atas. Meskipun faktor-faktor penyebabnya masih belum diketahui, penyembuhan sempurna sudah mungkin terjadi berkat deteksi dini melalui pemeriksaan payudara yang teratur.
Tanda-Tanda Peringatan Kanker Payudara :
• benjolan yang tidak menyakitkan di payudara
• rasa gatal dan ruam merah yang tidak kunjung sembuh di puting
• perdarahan atau lendir yang tidak normal dari puting
• kulit payudara membengkak dan menebal
• cekungan atau kerutan pada kulit payudara
• puting tertarik masuk
Pengobatan
Sebagian besar adalah pembedahan untuk mengangkat kanker. Bentuk pembedahannya antara lain:
• Bedah yang mempertahankan payudara. Lumpektomi - pengangkatan kanker dan sedikit jaringan di sekitarnya.
• Mastektomi - pengangkatan seluruh payudara dengan atau tanpa kelenjar getah bening di bawah ketiak
Pengobatan lain
Biasanya pembedahan diikuti dengan terapi sistematis, yang bisa mencakup rehabilitasi, kemoterapi, radioterapi dan/atau terapi hormon untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Langkah-langkah untuk rehabilitasi
Rehabilitasi fisik mencakup:
• Latihan bahu setelah pembedahan
• Perawatan lengan atas untuk mencegah pembekakan kerusakan getah bening.
• Gizi seimbang dan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kesembuhan
Rehabilitasi mental mencakup:
• Dukungan yang kuat dari pasangan, keluarga, teman & kelompok pendukung
• Wanita bisa merasa aman jika dia tahu kemungkinannya untuk sembuh.
• Memeriksakan diri ke dokter secara teratur
d. Pusat Rehabilitasi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Dalam keadaan Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami pengeroposan yang diikuti dengan pembentukan sel-sel tulang baru di bagian tulang yang keropos, sedangkan pada penyakit tulang osteoporosis, pengeroposan tulang terjadi berlebihan dan tidak diikuti proses pembentukan yang cukup sehingga tulang jadi lebih tipis dan rapuh.

Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Penderita osteoporosis rentan mengalami patah tulang. Karena itu, jika sudah mengalami gejala seperti nyeri di pinggang, ada baiknya langsung melakukan pemeriksaan tulang. Dan kalau terdeteksi osteoporosis, terang dia lagi, harus dilakuan kombinasi pengobatan dengan perubahan gaya hidup termasuk memperbaiki asupan nutrisi, melakukan olahraga seperti senam rehabilitasi osteoporosis, menggunakan obatan-obatan untuk osteoporosis, serta mengurangi risiko patah tulang dengan mencegah kejatuhan.

Rehabilitasi untuk penyakit osteoporosis dapat dilakukan dengan cara senam osteoporosis yang bisa membantu penderita osteoporosis dengan meningkatkan kepadatan tulang, menguatkan otot, memperbaiki kelenturan, serta mengurangi rasa sakit. Para penderita osteoporosis disarankan untuk melakukan senam 3 kali per minggu.

Selain senam, penderita sebaiknya menghindari risiko jatuh. Patah tulang seringkali terjadi akibat jatuh. Dan untuk mencegah jatuh, terang dia, penderita sebaiknya memperhatikan semua hal termasuk hal-hal yang sederhana di rumah. Jika rumah dilengkapi tangga, terang dia, sebaiknya dipasang pegangan, hindari alas kaki yang licin, hindari kabel-kabel atau sepatu berserakan, serta jangan naik ke atas kursi saat hendak meletakkan atau menjangkau sesuatu dari tempat yang tinggi.

Perawatan ketiga, adalah mengikuti terapi dengan obat-obatan osteoporosis. Ketiga cara ini, bukanlah pilihan. Tetapi, sebaiknya dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sebuah studi di tahun 2008 menunjukan, hasil kombinasi olahraga dengan terapi obat jauh lebih baik. Selain itu untuk mendapatkan hasil masksimal, penggunaan obat osteoporosis ini paling tidak harus dilakukan selama 1 tahun.






BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagaian besar responden pada kelompok usia 40-49 tahun. Sebagian besar bekerja salama 7 hari/minggu sedang lama kerja dalam sehari sebagaian besar kurang dari 6 jam/hari Sebagian besar responden menikah di usia muda dan mengalami kehamilan di usia muda. Belum adanya pelayanan kesehatan reproduksi sehat di tempat kerja kurangnya keserasian antara aktivitas kerja dan menjaga kondisi kesehatan reproduksi.


B. SARAN
1. Disarankan perlunya upaya penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi pada kelompok-kelompok tertentu yaitu wanita yang berkerja di sektor informal.
2. Pusat Rehabilitasi adalah dalam upaya untuk memenuhi hak-hak korban NAPZA bertujuan untuk pemulihan korban baik medis maupun sosial.
3. Pusat Rehabilitasi harus jauh dari model sistem pemenjaraan, hal ini penting agar Pusat Rehabilitasi betul-betul adalah tempat bagi pemulihan korban baik secara medis maupun sosial dan bukan merupakan penjara dalam bentuk lain.
4. Pusat Rehabilitasi ini adalah hasil dari refleksi dari praktek/program rehabilitasi yang selama ini telah berjalan, dimana lebih menitikberatkan pada rehabilitasi medis dan cenderung mengabaikan rehabilitasi sosial.





DAFTAR PUSTAKA


1. http://agungsantoso77.wordpress.com/2009/02/24/memasyarakatkan-kesehatan-reproduksi-wanita/
2. http://urfisyifa.blog.friendster.com/2007/07/wanita-di-tempat-kerja/
3. http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&channel=s&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&q=makalah+kesehatan+reproduksi+wanita+bekerja&btnG=Telusuri&meta=
4. http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&channel=s&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&q=wanita+di+tempat+kerja&btnG=Telusuri&meta=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar